”Tidak tahu terimakasih”, ”Pengkhianat”, ”Judas”, begitulah kata-kata yang menjadi label Emmanuel Adebayor pasca dirinya hengkang dari Arsenal dan melakukan selebrasi kontroversial di hadapan suporter The Gunners. Padahal lepas dari semua itu, Adebayor hanyalah seorang manusia biasa yang ingin menjadi kebanggaan bagi ibunya. Inilah sisi lain dari seorang Emmanuel Adebayor.
Pada hari pertamanya ia mengenakan baju khas Afrika. Itulah yang mereka ingat. Bukan replika kostum sepakbola, bukan baju olahraga dengan sepasang sepatu yang menggantung di tangan.
Pada hari pertamanya dalam dunia sepakbola profesional, pada hari pertamanya sebagai residen Eropa Barat, Emmanuel Adebayor muncul dengan baju tradisional Togo.
Saat itu, Evelyne Lopez, salah satu orang yang menemukan bakat Adebayor, menyadari bahwa bocah ini spesial. Belakangan, tidak hanya Lopez, seluruh orang di FC Metz menyadari bahwa remaja Togo itu memang spesial.
”Ia memakai baju adat tradisional”, kenang Lopez pada hari itu, September 2009, saat Adebayor muncul di hadapannya di Germanic, daerah timur laut Prancis.
”Dia tidak menyadari di mana ia berada saat itu. Saya mengingatnya dengan jelas karena pada hari terakhirnya ia di sini, 4 tahun kemudian sebelum ia pergi bergabung dengan Monaco, ia tidak memakai baju Afrika lagi, ia memakai pakaian yang terbuat dari kulit, dari kepala hingga ujung kaki, dengan jaket kulit yang tebal pula”.
Mereka semua – Lopez, Nina Recht, Denis Schaeffer, dan Philippe Gailot, kuartet asal Metz yang pertama kali mengenal Adebayor, remaja 15 tahun asal kota perbatasan Togo-Ghana, Lome. Ia membuat kesan yang mendalam pada diri mereka berempat.
”Seperti keju”, ujar Recht.
”Ia seperti ini”, tukas Schaeffer sembari mengacungkan jari telunjuk – tinggi dan sangat kurus”.
Schaeffer adalah direktur dari akademi sepakbola Metz. Sepuluh tahun kemudian, seantero Inggris mengetahui perbedaan Adebayor secara fisik, dan tentu bukan ”seperti keju”. Fans Arsenal paham betul akan hal ini.
Citra diri Adebayor di Inggris tidak secerah di Metz, walaupun Adebayor baru-baru ini mengakui lagi bahwa dirinya sedang ”tersenyum lagi”.
Kehadiran Adebayor berdampak cepat bagi Manchester City. Ia hanya butuh 3 menit untuk mencetak gol debutnya saat melawan Blackburn dan dalam 3 pertandingan liga ia menceploskan 3 gol. Inilah mengapa, saat Arsenal bertandang ke Eastlands akhir pekan lalu, wajah Adebayor yang bernilai 25 juta Pounds menjadi dekorasi pusat perbelanjaan Arndale di Manchester.
Nampaknya, bocah yang pada tahun 1999 berdiri di Allee Saint-Symphorien di luar mess penginapan pemain akademi Metz, sekarang telah menjadi ikon tim biru langit tersebut.
Ia telah mencetak gol melawan Arsenal. Seandainya ia mencetak gol lagi di Old Trafford akhir pekan depan, ia dapat pensiun dini dan menjadi legenda City; walau hanya dalam 5 pertandingan. Mereka yang berada di Metz tidak terkejut akan fakta tersebut dan mereka juga tidak kaget saat Manu menelepon mereka untuk berterimakasih.
Ia tetap menjalin hubungan dengan Metz. Menurutnya, ”Metz sangat berjasa dalam awal karir saya. Mereka menjaga saya dengan baik dan membuat saya merasa aman dan nyaman”.
Schaeffer mengatakan, “Dia bisa dan mau bekerja. Kadang kita harus memberi tahu apa yang harus ia lakukan, tapi ia memiliki kualitas dan juga hubungan sosial. Ia adalah salah satu dari orang-orang yang pernah singgah di Metz dan meninggalkan impresi mendalam. Dia memiliki kepribadian dan vitalitas”.
”Bahkan bila semua terasa begitu mudah baginya dan ia tidak berkonsentrasi, dia dapat dengan cepat beradaptasi dan bekerja. Dia penuh dengan respek terhadap semua orang. Louis Saha juga memiliki karateristik yang sama. Sama seperti Saha, Manu telah menjadi poin referensi bagi kami”.
Schaeffer melanjutkan, Terkadang ia memberi kesan yang berbeda, sedikit melanggar aturan. Tapi dengarkan baik-baik, ia membuka rekening bank saat ia berumur 15 tahun dan memiliki 100 euro. Sekarang ia 25 tahun dan memiliki lebih banyak uang, tapi ia tetap memiliki rekening yang sama dengan nama yang sama di Metz.
””Apa yang berubah”, adalah apa yang akan dikatakan Manu jika anda bertanya kepadanya. Hari ini saya dapat berbicara dengannya sama seperti yang saya lakukan 10 tahun silam.
Seperti Evelyne Lopez, Nina Recht bekerja di akademi sepakbola Metz, yang memiliki kapasitas 45 orang, bersebelahan dengan stadion dari klub yang rajin bolak-balik divisi satu dan dua Liga Prancis ini. Recht berperan sebagai ”ibu kedua”, begitu katanya.
Adebayor sangat menghargai Recht karena saat berumur 15 tahun dan meninggalkan Togo, ia memiliki hubungan yang sangat kuat dengan ibunya. Awalnya mereka berdua banyak berdiskusi tentang hal itu. Talenta Adebayor ditemukan oleh salah satu pelatih Metz, Francis de Taddeo, pada sebuah turnamen remaja di Swedia. Lewat agen di Togo, Camelio Akoussa, Metz langsung menyergap Adebayor.
Batasan umur bagi para remaja Afrika yang hendak memasuki akademi sepakbola Prancis adalah 18 tahun, ini salah satu alasan mengapa Metz membuka training centre di Dakar, Senegal – ”dengan pelatih asal Senegal pula”, tegas Schaeffer.
Sepakbola adalah motivasi awal Adebayor. Tapi mengingat dirinya datang dari Togo, negara dengan penghasilan rata-rata kurang dari 1 dollar per hari, tentu ada pertimbangan lainnya.
“Berat bagi saya untuk meninggalkan rumah, tapi tidak ada yang melarang saya untuk pergi karena mereka tahu itu adalah kesempatan emas bagi saya”, tukas Adebayor pekan ini.
“Itu bukan hanya tentang sepakbola, tapi juga jalan keluar untuk mencari hidup yang lebih baik. Di airport, ibu saya mengatakan, “Pergi ke Prancis dan kau dapat mengubah jalan hidup keluarga kita”. Ia tahu bila saya sukses di sepakbola, kami dapat keluar dari kemiskinan”.
”Saat berumur 15 tahun saya tidak bermain bola untuk kesenangan diri saya. Saya bermain demi keluarga saya. Itu sangat sulit karena saat di Togo semua orang merasa gembira buat saya, tapi saya bingung karena saya tidak tahu ke mana saya akan pergi”.
”Itu adalah pertama kalinya saya hidup di Eropa. Anda tidak bisa membayangkan betapa dinginnya di Metz. Setelah 1 bulan, saya mengatakan kepada pelatih, ”Maaf, tapi saya tidak tahan lagi dengan kondisi ini”.
”Setiap usai latihan, saya bahkan tidak kuat untuk mandi. Saya harus berada di kamar dengan pemanas ruangan dan tidak mengganti baju. Saya mulai menangis karena waktu itu saya hanya bocah 15 tahun. Pelatih menegur saya dan mengatakan, “Bayangkan berapa banyak anak Togo dan teman-temanmu yang ingin berada dalam posisimu?”
“Saya tidak peduli karena saya tak senang. Saat pelatih pergi, saya menelepon ibu. Ia mengatakan, ”Jika kamu ingin pulang, pulanglah”.
”Pikiran saya berkecamuk kala itu. Banyak orang mengatakan saya mempunyai peluang emas yang harusnya tidak saya sia-siakan. Sejak saat itu, setiap pagi saya pergi latihan untuk memberikan kemampuan terbaik saya”.
Jelas, kemiskinan membuat anda pragmatis.
Saat diminta untuk mendeskripsikan keadaan rumah tempatnya dibesarkan, ia menjelaskan bahwa rumahnya hanya memiliki 2 ruangan dan dihuni oleh 10 orang. Kami sangat miskin. Sekarang ibu saya memiliki rumah yang besar, sangat besar di Lome, tapi ia menolak tinggal di sana”.
Adebayor menambahkan bahwa standard Eropa tidak berlaku di Afrika. Dia menjelaskan bagaimana kriminalitas mempengaruhi masa mudanya.
“Lome adalah rumahku dan saya mencintai negara saya”, katanya, “tapi Lome sangat berbeda dengan belahan dunia lainnya. Tidaklah bijak untuk membandingkan Afrika dengan tempat lain, karena memang tidak ada tempat yang bisa dibandingkan. Banyak teman saya terlibat dalam kriminal dan menyedihkan mengingat bahwa itu adalah satu-satunya jalan hidup di Lome”.
Mereka terlibat obat bius dan alkohol, bukan karena mereka ingin tapi karena mereka bosan dan tak tahu harus apa lagi. Saya bersyukur karena saya diberikan jalan untuk keluar dari kehidupan semacam itu.
Banyak suporter Arsenal kecewa karena Adebayor pindah ke Manchester City, tapi ia dengan jujur mengatakan bahwa faktor ekonomi adalah latar belakangnya.
Recht mengatakan, “Saat anda berbicara tentang orang seperti Manu, mereka ingin agar orangtua mereka bangga dan mereka juga ingin membantu orangtua mereka secara finansial. Kami bangga terhadapnya”.
Metz menerima sejumlah uang yang jumlahnya tidak dipublikasikan saat Adebayor pindah ke Monaco saat berumur 19 tahun pada tahun 2003. Dia menerima kenaikan gaji dan sebuah jip. Segera setelah melakukan debutnya bagi Monaco, Adebayor yang sangat senang memutuskan untuk bepergian mengendarai jip 4x4-nya ke Metz untuk memamerkannya.
“Ia sangat senang sampai tertidur di dalam mobil”, ujar Recht.
Walaupun dirinya sangat senang di Metz, ada juga pengalaman yang tidak mengenakkan bagi Adebayor. Adalah saat tim Metz U-18 menjuarai liga junior dan mencapai final Piala Prancis di Stade de France.
Adebayor adalah pencetak gol terbanyak saat itu tapi ia datang terlambat 5 menit saat meeting sebelum pertandingan sambil mengenakan headphone. Ia segera dicopot dari tim dan terpaksa menyaksikan pertandingan dari bangku penonton.
”Pada pertandingan berikutnya, ia tampil fenomenal”, kata Schaeffer.
Itu merupakan salah satu pertanda bahwa Adebayor memiliki kualitas. Kepindahannya ke Monaco memberi tempat di bangku cadangan saat klub itu berlaga di final Liga Champions melawan Porto.
Adebayor pindah ke Arsenal pada Januari 2006 dan mencetak gol debut saat melawan Birmingham. Ia berumur 21 tahun kala itu. Para suporter Arsenal menyebutnya ”Baby Kanu”, sebutan yang ia sukai. Di lengan kirinya ia memiliki tato “Only God Can Judge Me”.
Adebayor menambah bobot badannya 4 kilogram di Arsenal, sama seperti sesama alumnus Metz junior, Robert Pires, yang berubah secara fisik di klub London utara tersebut.
“Saya menambah berat karena saya butuh untuk menjadi lebih kuat secara fisik di Premier League”, ujar Adebayor.
“Saya terlalu kurus untuk ukuran striker. Di Arsenal, segalanya begitu ketat, dari apa yang anda makan hingga bagaimana anda merawat tubuh, anda tidak akan diizinkan menambah bobot jika hal itu tidak diperlukan”.
“Saya tidak tahu seberapa banyak tenaga saya yang bertambah, tapi saya merasakan benefitnya. Coba saja anda bertarung melawan Nemanja Vidic jika anda tidak memiliki kekuatan yang cukup. Anda akan terbunuh”, tambah Adebayor.
Emmanuel Adebayor memiliki kekuatan yang cukup sekarang ini. Ia mengatakan dengan percaya diri bahwa Manchester City di bawah kontrol konsorsium Abu Dhabi bukanlah sebuah eksperimen – “karena eksperimen bisa saja gagal- dan ia menambahkan, “Saya baru berumur 25 tahun dan dengan sumberdaya yang dimiliki City sekarang ini, saya tidak berharap bahwa final tahun 2004 adalah satu-satunya final Champions League bagi saya”.
“Empat besar dan bermain di Champions League adalah hal penting, tapi tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mematok tempat yang lebih tinggi dari peringkat 4 dengan segala kekuatan yang kami miliki”.
Sebuah pernyataan yang akan membuat Schaeffer tersenyum.
“Saat Manu berada di sini (Metz), kami yakin bahwa ia akan menjadi pemain hebat bila berada di tempat yang tepat”, tegas Schaeffer.
“Kadang ia tampil inkonsisten, tapi saat pertandingan yang menentukan, ia selalu memberikan yang terbaik”.
“He liked the show, it was made for him. He’s a showman”,
Kota Manchester akan menjadi arena pertarungan dua tim besar dalam beberapa hari ke depan. Seorang bocah yang dulu muncul di Metz dengan mengenakan jubah Afrika akan menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam medan pertempuran itu.
0 komentar
Posting Komentar
don't say porn...!!